Halal Produknya Barokah Hidupnya, inshaALLAH

0

Notifikasi

Tidak ada data

Keranjang

Inbox

Notifikasi

Lihat Selengkapnya

Tidak ada data

Mentari di Ufuk Senja
Bagian 1

Selasa, 09 Mei 2023, 18:49:49 WIB / By Admin Ruanghalal

Mentari di Ufuk Senja

Keterangan Gambar : Sunset


Ridho ALLAH itu ridho orang tua juga

 

Begitu pedoman yang kupegang. Cerita ini "based on true story" dan sebagian ada tambahan bumbu-bumbu cerita agar semakin sedap dirasa. Hehe. Kek gado-gado donk, oh iya itu salah satu makanan favoritku loh.

 

Sebut saja namaku Alif tokoh utama dari cerita ini, Raden Mas Alif Pranotogoro. Kenapa ada Den nya? Karena menurut cerita dari Bapak katanya masih ada darah biru tapi aku ga mau menyandang gelar Raden. Aku manusia biasa yang mencoba mendekat kepada ALLAH penciptaku, Tuhannya Nabi Muhammad SAW.

 

Ceritanya dulu sewaktu kelas 4 SD, Bapakku yang kebetulan jadi lurah di kampungku sempat nunjukin dokumen silsilah keluarga. Menurut dokumen yang ada stempel keratonnya itu disebutkan jika leluhurku termasuk keturunan raja dari kerajaan Islam di tanah Jawa.

 

Tapi bapak menyembunyikan identitas kami yang sebenarnya. Aku pun ga terlalu peduli akan hal itu, aku merasa nyaman dengan kehidupanku sebagai anak desa di mana listrik baru masuk ke desanya sekitar tahun 1986. Sebelum itu kalo belajar waktu malam atau dini hari, kupakai lampu minyak alias lampu teplok istilah jawanya.

 

Kalo menurut dokumen yang dilihatin oleh Bapak waktu itu, silsilah leluhur kami berasal dari 2 jalur yaitu yang pertama jalur Raja Majapahit terakhir yaitu Brawijaya V dan jalur satunya yaitu dari Kraton Surakarta Hadiningrat. Tapi aku ga tau bener atau tidak karena itu hanya sebuah dokumen dan sudah lama sekali.

 

Tapi anehnya wajah bapak dan saudaranya mirip wajah-wajah timur tengah. Demikian juga wajahku, dulu waktu di Arab orang-orang sana manggil aku dengan sebutan “Arab Jawa”. Bahkan wajah salah satu pakdeku bak pinang dibelah dua dengan salah satu pendakwah nasional yang putrinya menjadi salah satu host acara terkenal, hehe.

 

Masa kecilku kulewatkan di sebuah desa terpencil di Jawa Tengah. Di mana bapakku adalah seorang kepala desa atau yang biasa disebut lurah yang menjabat sekitar 21 tahun sejak bujangan dan terpaksa berhenti karena ada Peraturan yang membatasi masa lama jabatan. Sebagai anak lurah aku harus menjaga nama baik ortu, memang sikap itu yang ditanamkan sejak kecil oleh keluargaku. Karena kebetulan keluargaku turun menurun sebagai lurah di desa itu jadi mereka sepertinya berharap anaknya dapat menjaga nama baik orang tua.

 

Unggah-ungguh atau nilai kesopanan harus kupegang teguh, jadi misal lewat depan orang harus permisi, “Nderek langkung Pak, Bu, Lek, atau Mbah…” begitulah dan hal tersebut tertanam sejak kecil, seperti mendarah daging hehe. Terus kalo misal mau makan agak lucu juga neh, setelah baca doa makan aku pasti nawarin makan ke semua orang yang ada di dekatku. Padahal di situ ada banyak sekali saudaraku yang lagi kumpul, ya akhirnya digilir nawarinnya, “Monggo dhahar Pak Bu, Pakde Budhe, Om Bulek, Mas Mbak…..”, rempong tapi kalo belum nawarin makan ke orang-orang yang kelihatan sepertinya ga lega gitu. Aneh juga ya? hahaha.

 

Dulu aku masuk TK di usia yang belum cukup umur sepertinya. Waktu itu usia baru 4,5 tahun, istilah jawanya “buntut bawang” ikut-ikutan tapi ternyata bisa juara, (Alhamdulillah). Ada temenku yang sukanya traktirin kami buat jajan, namanya sebut aja Tono. Ingat bener aku dia suka banget jajanin kita-kita, hehe. Seingatku dia tinggal bareng neneknya di bagian barat desaku. Ada juga teman-teman dekatku seumuran yang tinggalnya dekat rumah nenekku di antaranya yaitu: Chotman, Kopren, Totok, Iwok, Umi, Asiyah, Iin, dll.

 

Jadwalku waktu SD adalah bangun jam 4 pagi, dulu sebelum ada listrik kalo pagi aku pasti minta ditemenin oleh bapak buat belajar. Maklum aku waktu kecil agak penakut hehe, kucur atau kecir istilah jawanya. Bangun jam 4 belajar terus jam 04:30 saat ada adzan subuh berhenti buat sholat subuh. Kemudian jam 5 pagi olahraga sambil nyapu halaman depan dan ngelap kursi di pendopo, maklum rumah tempat kami tinggal dulu yaitu rumah nenekku bentuknya joglo kuno ada pendoponya dan halaman yang lumayan luas.

 

Oh ya rumahku dulu di tepi sawah, dan waktu aku masih sekitar kelas 2 SD itu kalo malam di sawah belakang rumah sering banyak bermunculan gumpalan api setinggi orang dewasa yang kadang mendekat dan menjauh, istilahnya kemamang kalo ga salah ingat, mereka makhluk nya ALLAH juga tapi bukan manusia hehe. Jadi biasanya di atas jam 8 malam itu kami buka pintu jendela di sebelah timur rumah belakang, kelihatan pemandangan sawah di belakang rumah kami. Nah saat itulah banyak api mbulak-mbulak istilah jawanya yang mendekat kemudian menjauh, ada beberapa gumpalan api sekitar 2 meteran tingginya. SubhanaAllah dan itu biasa kami saksikan bareng-bareng hehe. 


Dan sering juga ada suara gamelan di tengah sawah tapi kalo kita samperin bunyinya menjauh dan menjauh, ya begitulah tapi lambat laun hal tersebut hilang dengan sendirinya karena mungkin di tempat kami banyak anak-anak mengaji di langgar (surau). 




(bersambung......)




Silahkan Login untuk memberikan Komentar...